ARTICLE AD BOX
Pria asal Libya itu dideportasi lantaran terbukti melanggar sejumlah peraturan di Indonesia, termasuk terlibat dalam kasus penganiayaan yang terjadi di Bali.
Kepala Rudenim Denpasar Gede Dudy Duwita mengungkapkan HMSA telah dideportasi ke negaranya melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kelurhan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung pada Senin (16/12). “HMSA dideportasi lantaran mempertimbangkan dampak terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat di Bali serta pelanggaran yang dilakukan oleh HMSA,” ujar Dudy pada keterangan pers yang diterima Rabu (18/12) pagi.
Dudy melanjutkan, selain dideportasi yang bersangkutan juga ditangkal dari Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Penangkalan dapat diberlakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama. Namun, dalam beberapa kasus, penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang dinilai membahayakan keamanan dan ketertiban umum.
“Keputusan akhir mengenai hal ini akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan keseluruhan kasus secara komprehensif,” tegasnya.
HMSA diketahui memegang Izin Tinggal Sementara (ITAS) Investor yang berlaku hingga 21 Maret 2025, yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar dengan penjamin PT CLG. Meski memiliki izin tinggal sah, HMSA terlibat dalam tindak pidana penganiayaan terhadap seorang WNA asal Rusia berinisial GM pada 30 Oktober 2024.
Insiden itu dikatakan terjadi sekitar pukul 04.00 Wita di sebuah restoran di kawasan Tibubeneng, Kuta Utara, Badung. Kejadian bermula ketika GM sedang mengantre di toilet restoran, namun HMSA memaksa masuk dan menyerobot antrean. Situasi memanas hingga terjadi adu argumen di dalam toilet. Dalam kemarahan, HMSA melemparkan gelas kaca ke arah GM, namun tidak mengenai sasaran.
Setelah diminta keluar oleh petugas keamanan restoran, HMSA kembali menghampiri GM di luar area restoran bersama temannya. Tanpa diduga, HMSA mengeluarkan pisau dan menusukkan senjata tajam itu ke dada kiri GM. Akibatnya, GM mengalami luka robek yang memerlukan 12 jahitan. Korban segera melaporkan kejadian ini ke Polsek Kuta Utara.
“HMSA sempat ditahan selama 45 hari di Polsek Kuta Utara untuk proses penyidikan. Namun, kasus ini akhirnya diselesaikan melalui mekanisme restorative justice setelah kedua belah pihak sepakat berdamai,” tambahnya.
Dudy melanjutkan, Polsek Kuta Utara kemudian menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) pada 9 Desember 2024. Meski demikian, HMSA tetap dikenakan sanksi administratif keimigrasian berdasarkan Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mengatur pelanggaran hukum oleh orang asing. Dudy menegaskan bahwa deportasi HMSA merupakan langkah penting untuk memastikan keamanan dan ketertiban di Bali.
“Kami tidak akan mentolerir tindakan kriminal oleh WNA. Deportasi ini adalah bentuk komitmen kami untuk menjaga ketertiban umum dan memastikan bahwa Indonesia bukan tempat berlindung bagi pelaku kejahatan,” tegasnya.
Kakanwil Kemenkumham Bali Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan akan terus memperkuat pengawasan dan berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait guna menindak tegas WNA yang melanggar hukum di Indonesia. “Kami tidak akan memberikan toleransi kepada siapa pun yang tidak menghormati peraturan perundang-undangan Indonesia, khususnya dalam hal keimigrasian,” teganya. 7 ol3