ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta pemerintah daerah (pemda) untuk menyisihkan dana desa guna mendukung pengelolaan sampah, khususnya di tingkat rumah tangga.
“Dana desa ini jangan semuanya untuk infrastruktur, tapi minimal satu atau dua persen untuk pengelolaan sampah tingkat rumah tangga,” kata Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup Bagus Hariyanto di sela meninjau Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Sarbagita, Denpasar Selatan, Selasa (5/11/2024).
Menurut dia, cara itu dilakukan untuk menyiasati kendala pembiayaan yang kerap dialami pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan sampah.
Bagus menjelaskan penanganan sampah melibatkan semua pihak baik di tataran pemerintah pusat melalui APBN, hingga pemerintah daerah melalui partisipasi APBD hingga anggaran pemerintah desa.
“Penanganan sampah tidak bisa oleh pusat saja atau daerah, itu tidak bisa. Kami harus bersama-sama karena sampah itu kita yang produksi. Makanya kami punya tanggung jawab bersama untuk mengelola sampah,” ujarnya.
Persoalan sampah menjadi salah satu isu prioritas KLH termasuk berencana melarang sampah yang ditimbulkan dari aktivitas perhotelan, restoran, dan kafe dibuang ke TPA.
Nantinya, KLH akan menerbitkan regulasi agar sektor pariwisata itu tidak membuang sampahnya ke TPA, namun mengolah langsung di sumbernya.
Untuk sampah anorganik, kata dia, dapat dilaksanakan dengan menjalin kerja sama dengan mitra pengelolaan sampah salah satunya untuk didaur ulang.
“Melalui kementerian kami sedang godok terkait tadi (regulasi) seluruh food waste yang dihasilkan oleh ini (hotel, restoran, kafe) juga sedang kami godok, apakah bentuknya surat edaran atau peraturan menteri,” kata Bagus.
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, menurut Bagus, menginginkan agar sampah yang berasal dari hotel, restoran, dan kafe tidak lagi dibuang ke TPA.
Bahkan pelaku perhotelan, restoran, dan kafe di Jakarta sudah dikumpulkan agar mengolah sampah dari hulu mengingat setiap hari rata-rata sekitar 7.500 ton sampah di Jakarta dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.
“Mereka (hotel, restoran, kafe) bisa pilah sampah di point source (sumber) kemudian mempunyai komitmen ini (sampah) tidak lagi ke TPA,” imbuh Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar.
Dia menjelaskan regulasi itu rencananya dapat berbentuk peraturan menteri atau surat edaran.
Nantinya peraturan itu dapat memperkuat regulasi yang ditetapkan di daerah terkait pengelolaan sampah di hulu di antaranya yang bersumber dari perhotelan, restoran, dan kafe.
Novrizal menjelaskan sampah juga banyak dikontribusikan oleh perhotelan, restoran, dan kafe termasuk di Bali yang perputaran ekonominya didominasi mengandalkan sektor pariwisata.
Di sisi lain, lanjut dia, sektor itu memiliki kemampuan sumber daya yang lebih besar dibandingkan rumah tangga.
Harapannya, sampah organik dapat dikelola dari hulu, sedangkan sampah anorganik misalnya, dapat dikelola melalui kerja sama dengan industri jasa pengolahan sampah misalnya untuk didaur ulang.
Ada pun terkait anggaran menjadi salah satu topik yang diutarakan Pemerintah Provinsi Bali yang diwakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bali I Made Teja ketika melakukan pertemuan dengan KLH di sela meninjau TPA Regional Sarbagita.
“Kami lihat di kabupaten/kota, komitmen pembiayaan sampah ini belum maksimal. Paling tidak ada dorongan dari pusat, minimal dukungan anggaran, apa bentuknya kami silakan sesuai kemampuan kementerian, tolong dibantu daerah Bali,” katanya.
Berdasarkan data Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Ni Made Armadi, rata-rata volume sampah di TPA seluas 32,46 hektare itu per hari mencapai sekitar 1.100-1.200 ton.
Ada pun rata-rata sampah dari Kota Denpasar per hari mencapai sekitar 980 ton dan Kabupaten Badung mencapai sekitar 200 ton per hari yang dikirim ke TPA Sarbagita di Suwung, Denpasar Selatan. 7 ant