ARTICLE AD BOX
Data 2022 sektor pariwisata telah mampu menghasilkan PDB (Produk Domestik Bruto) pariwisata sebesar 4,3 persen atau Rp842.303,16 miliar, devisa pariwisata sebesar US$ 4.260 juta, dan menyerap tenaga kerja pariwisata 21,26 juta orang di tahun 2021.
Dan berdasarkan Laporan Kemenparekraf, kunjungan wisatawan mancanegara baru berhasil 10,41 juta per November 2023. Walaupun target Kemenparekraf hanya 8.5 juta orang.
Anggota Komisi VII DPR, Bambang Haryo Soekartono menyatakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, pemerintah perlu mendorong pengembangan sektor pariwisita secara maksimal dan berkelanjutan.
"Kita jangan puas sama data, itu kan bisa benar, bisa juga tidak. Dengan target pertumbuhan ekonomi 7-8 persen, ya kita terus kerja keras, itu pesan Pak Prabowo. Kita harus melihat sektor apa yang bisa mendukung pertumbuhan, yang ditargetkan pada tahun 2025 itu adalah 8 persen," kata Bambang Haryo, di Jakarta, seperti dilansir detikcom, Minggu (27/10).
Salah satu yang bisa dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi itu, adalah industri pariwisata. Karena industri pariwisata memiliki dampak multiplayer-effect economy yang pasti ke sektor lainnya, seperti sektor manufaktur , UMKM dan sektor jasa. Kalau sektor-sektor tersebut bertumbuh, maka dipastikan akan terbuka lapangan pekerjaan sangat besar, dan bisa mendorong ekonomi meningkat secara tajam. Belum lagi ditambahkan aspek pemasukan pajak negara.
"Pariwisata kita ini masih kurang dimaksimalkan saat ini. Kita punya wisata alam dan budaya yang sangat berlimpah dan beberapa tidak dimiliki oleh negara lain. Seperti misal, di wisata alam. Kita punya ratusan gunung yang aktif, 127 gunung, maupun tidak aktif, 500 gunung. Baik pegunungan-pegunungan yang memanjang di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, menghasilkan ribuan air terjun serta arum jeram dan sungai," ungkapnya.
"Juga di sepanjang pantai kita yang panjangnya 81.290 km, 40 persennya bisa dipakai untuk wisata pantai dan laut, seperti snorkeling dan diving. Ini tidak dimiliki oleh banyak negara termasuk Perancis dan Thailand sebagai contoh," urainya. Bambang menyatakan banyak negara yang hanya mengandalkan wisata budaya dan minim wisata alam, ternyata mampu menarik wisatawan asing.
"Mereka hanya punya wisata budaya saja yang diandalkan di negara tersebut. Sedangkan wisata alamnya sangat minim. Tetapi Perancis pernah mencapai 200 juta turis asing per tahun, dengan rata-rata waktu tinggal (spending time) 6.4 malam. Demikian juga Thailand, wisata alamnya sangat minim, lebih banyak wisata budayanya yang dieksplor secara maksimal," katanya lagi.
Sehingga mampu mendatangkan turis internasional sebanyak 39 juta dengan spending time 9 malam dan bahkan masih mendorong Domestic Trip sebanyak 205 juta orang per tahun. Selain turis mengeksplor wisata budayanya, Thailand juga memberikan Visa Free Expansion kepada 93 negara selama 60 hari. Dan bahkan memberikan subsidi 50 persen tarif kamar untuk domestik. Sehingga diharapkan ekonomi dari pariwisata naik tajam baik internasional maupun domestik," urainya lagi.
"Padahal wisata budaya kedua negara tersebut jumlahnya jauh lebih kecil dari potensi wisata budaya yang ada di Indonesia. Sebagai contoh Thailand hanya memiliki 4 kerajaan. Dan Perancis hanya memiliki 1 kerajaan. Sedangkan Indonesia memiliki 278 kerajaan di 80 tahun silam, dan 1.340 suku bangsa, yang menjadi sumber potensi wisata budaya di Indonesia," imbuhnya.
Harusnya target perolehan Turis Wisata Internasional di Indonesia, jauh lebih tinggi dari yang didapat oleh Thailand dan bahkan Perancis. Tetapi saat ini, Turis Mancanegara yang datang ke Indonesia hanya berkisar 10-15 juta orang per tahun, dengan lama tinggal (spending time) 7 malam.
"Bayangkan bila Turis Internasional yang hadir di Indonesia sama atau di atas Thailand, maka kita bisa mendapatkan peningkatan di atas 3 kali lipat dari devisa pariwisata yang saat ini sekitar US$ 14 miliar atau Rp 217 triliun. Sehingga Devisa Pariwisata kita bisa didapat lebih dari Rp 1.000 triliun, kalau kita benar benar memaksimalkan potensi pariwisata yang ada di Indonesia," kata Bambang Haryo. 7