ARTICLE AD BOX
SINGARAJA, NusaBali
Nasib sekitar 60 karyawan Spa Village Resort di Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Buleleng, kini menggantung setelah hotel tersebut tiba-tiba menghentikan operasionalnya pada 30 September lalu. Para karyawan pun menuntut kejelasan status mereka serta hak uang jasa pelayanan ke pihak manajemen.
Kekhawatiran karyawan tersebut disampaikan dalam pertemuan mediasi, Jumat (11/10) di Kantor Perbekel Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Mediasi dipimpin Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Buleleng, Made Juartawan dan mempertemukan karyawan dengan perwakilan manajemen hotel.
Hadir juga dalam mediasi tersebut Perbekel Desa Tembok, Dewa Ketut Wily Asmawan. Nampak Anggota DPRD Kabupaten Buleleng dari Desa Tembok, Dewa Komang Yudi Astara, serta Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Buleleng, Luh Putu Ernila Utami, juga hadir dalam pertemuan tersebut
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Buleleng, Made Juartawan, mengungkapkan bahwa karyawan menuntut kejelasan status mereka apakah diberhentikan dengan mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau tidak. Jika terjadi PHK, maka para karyawan berhak atas pesangon dan hak-hak lainnya.
“Dalam mediasi hari ini, pihak pemilik hotel yang berada di Malaysia tidak hadir sehingga belum ada hasil. Perwakilan pihak hotel menyatakan masih perlu berkomunikasi dengan manajemen pusat,” ungkapnya, dikonfirmasi kemarin siang.
Juartawan menambahkan bahwa Dinas Tenaga Kerja akan memfasilitasi mediasi lanjutan antara kedua belah pihak untuk mencapai titik temu. “Rencananya, mediasi lanjutan akan kami gelar pada hari Senin (14/10) mendatang. Kami berharap kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan,” imbuh dia.
Terkait alasan penutupan hotel, Juartawan menduga penutupan tersebut dikarenakan pertimbangan operasional. Namun, pihaknya belum dapat merinci informasi lebih lanjut mengenai hal ini.
Sementara itu, salah seorang karyawan, Nyoman Astawa, mengungkapkan ia dan karyawan lain sudah tidak bekerja sejak 1 Oktober lalu. Sebelumnya, pihak manajemen mengumumkan pemberhentian operasional per 30 September. Hanya saja, tidak ada kejelasan lebih lanjut dari pihak manajemen terkait status para karyawan.
“Kami sudah tidak bekerja sejak 1 Oktober dan belum ada kejelasan mengenai status kami. Total ada 60-an karyawan tetap, sebagian besar merupakan warga setempat Desa Tembok,” ujarnya. Selain menuntut kejelasan status, para karyawan juga menuntut pembayaran uang tipping dan service bulan September yang belum mereka terima.7 mzk